Minggu, 29 April 2012

great job


hey! i'm coming back ^^ let's see what i've search about our traditional culture. let's enjoy guys!
TARI GANDRUNG

Pengertian
Kata "Gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Ada juga yang mengatakan arti dari kata “Gandrung” adalah sangat rindu atau kasih akan seseorang, sangat ingin atau men-dambakan sesuatu.



Sejarah Tari

Menurut sejumlah sumber, kelahiran gandrung ditujukan untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat, berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.
Tari gandrung yang di bahas dalam tugas karya tulis ini merupakan jenis seni tari yang berkembang di wilayah Banyuwangi dan menjadi kebanggaan masyarakat yang lebih dikenal dengan sebutan gandrung Banyuwangi. Tari gandrung ini, keberdaannya ter-kait langsung dengan dua jenis seni pertunjukan yang disakralkan oleh sebagian masyarakat Osing di Banyuwangi, yakni “Sang Hyang” dan tari “Seblang” keduanya merupakan jenis tari yang disakralkan se-hingga keterkaitannya dengan kegiatan upacara magis yang selalu di peringati setiap tahun oleh masyarakat pendukungnya, yaitu ma-syarakat “Osing”.
Kedua jenis seni yang merupakan tarian kepercayaan dari aga-ma Hindu, dengan mantra-mantranya dan upacara magis tertentu itu, maka dalam pertunjukannya lewat mantra-mantranya memanggil se-orang dewi atau bidadari untuk turun ke dunia yang diwujudkan de-ngan menggunakan medium anak-anak, adalah digambarkan dengan menggunakan anak kecil sekitar umur ± 10 tahun.
Anak yang dijadikan sebagai medium pertunjukan pada umumnya adalah anak laki-laki, kemudian seorang “pengundang” sambil membakar kemenyan yang asapnya ditiupkan dihadapan sang anak, sambil mengalunkan gending-gending, sesaat kemudian anak tersebut menjadi tidak sadarkan diri seperti orang gila. Dalam hal ini ia menari-nari sambil membawa sebilah keris yang ditusuk-tusukkan di bagian tubuhnya, namun anehnya dalam tubuh anak tersebut tidak ada bekas luka-luka sedikitpun. Kejadian semacam ini juga terdapat dalam tari seblang, tapi mediumnya anak perempuan kecil yang umurnya sama dengan tarian sang Hyang. Dalam menari anak tersebut juga memegang sebilah keris tetapi pada saat tidak sadar keris tersebut tidak untuk menusuk pada bagian tubuhnya, melainkan dimainkannya bagaikan kipas.



Dengan demikian tari gandrung jika ditinjau dari latar belakang sejarahnya merupakan perkembangan dari jenis tarian yang berbentuk tarian ”sakral” menjadi “profaan performance”. Di jelaskan oleh Hen-dyck Suwardi (1984) bahwa, dalam perkembangan tari seblang menjadi tari gandrung ini terjadi secara dramatis, yaitu ketika anak gadis kecil bernama Semi jatuh sakit yang cukup lama dan tidak sembuh-sembuh, maka sang ibu  bernama Nyi Midah ( ia sebagai pawang / pengundang dalam tari seblang) seorang anak bernama Semi yang ketika itu baru berumur ± 10 tahun, maka ibunya mempunyai nadzar dalam bahasa Banyuwangian “Osing”nya,
“Wis tik kadungsiro mari sun dadekaken gandrung, kadung siro sing mari yo osing” artinya “ sudah nak kalau kamu sudah sembuh nanti saya jadikan kamu seblang, tetapi kalau tidak sembuh ya tidak” (Suwardi, 1984:15).
Ternyata yang terjadi adalah anak tersebut berangsur-angsur sembuh dari sakitnya, sehingga untuk melepaskan “nadzar”nya maka Nyi Midah mengundang keluarganya untuk menyaksikan dan menyepakati.Sehingga kemudian si Semi tersebut diberi pakaian seblang dan diberi mantra serta diiringi dengan gending atau nyanyian yang biasa dipakai dalam pertunjukan. Pada saat itulah Semi menjadi penari seblang dengan gaya yang lincah padahal sama sekali belum pernah belajar menari, dengan kekuatan ghaib ia menari layaknya penari profesional dan tarian itu di namakan tari gandrung yang kemudian di kenal dengan tari gandrung Banyuwangi.
Tarian gandrung  sudah ada sejak lama, namun yang membawakannya adalah seorang laki-laki yang gaya dan penampilannya seperti seorang wanita, dan berkunjung kerumah-rumah, juga pada saat ada orang-orang sedang berkumpul disitulah ia datangi, kemudian dibimbingnya. Setelah itu muncullah penari gandrung perempuan yang diketahui bernama Nyi Midah untuk menggantikan gadrung laki-laki ketika itu sudah di pakai lagi. Saat itulah Nyi. Midah menjadi terkenal sebagai gandrung, yang akhirnya dimana-mana mendapatkan undangan sebagai penari gandrung.
Tari tradisional Gandrung Banyuwangi bersumber dari per-kembangan tari seblang yang merupakan berlatar belakang pada kepercayaan atau keagamaan, dengan sedikit saja yang bertradisi tarian sosial. Menurut Yuni Nuraini (Guru Seni), Tari Gandrung me-rupakan tarian komunal sebagai lambang yang kuat untuk kerja sama kelompok dan saling hormat mendasari tradisi-tradisi dalam tarian rakyat.
Tari Gandrung juga merupakan salah satu bentuk kesenian yang paling tua setelah tari Seblang.Seni gerak ini semula tercipta sebagai ekspresi dari berbagai rasa cinta seseorang yang terhadap lawan jenisnya yang diwujudkan dalam bentuk yang sangat sederhana dan jauh dari pengertian indah. Sebagaimana menurut A.M. Munardi, penari dari Flores, juga menjelaskan bahwa tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang laing tua. Seni gerak ini semula tercipta sebagai ekspresi dari berbagai rasa yang hinggap di kalbu manusia, sederhana dan jauh dari pengertian “indah”. Demikian juga dalam seni tari gandrung, sejalan dengan perkembangan peradaban, gandrung sedikit demi sedikit memperoleh bentuknya menjadi tarian, yaitu gerakan-gerakan badan yang teratur dalam ritme dan ekspresi.
Terjadinya perkembangan tari gadrung sangat mendapat dukungan dari masyarakat “Osing” Banyuwangi, sebagaimana  tari seblang terjadinya transvestisme dalam seni pertunjukan disebabkan oleh masalah etika dan bukan estetika, ketika Gandrung Banyuwangi mengawali sejarahnya penarinya pun laki-laki berdandan dan bertindak sebagai wanita. Gandrung Marsam misalnya,  masih dikenal orang sampai sekitar tahun 1960-an, dalam usia 40 tahun masih tetap ngamen.

Kostum Tari

                         Tata Busana Penari
Tata busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan) yang tampak.

1.                 Bagian Tubuh
Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka.
Di bagian leher dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai penghias bagian atas.Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.



2.                 Bagian Kepala
Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima, yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.
Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.


3.                  Bagian Bawah
Penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

4. Lain-lain



Pada masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.

Makna Tata Rias dan Busana Tari  Gandrung

1.                 Tata Rias Rambut
Tata rias rambut disebut dengan Hair Do. Penggunaan tata rias ini semula hanya sebagai pengikat rambut. Masyarakat Banyuwangi pada umunya menyebut sebagai irah-irahan atau mahkota yang terdiri dari : emas, perak dan kain sebagai jamang.
Perlengkapan rias rambut yang lain berupa aksesoris seperti cunduk pentul disamping itu dilengkapi dengan sumping, bunga, giwang, katong gulung, dan garuda mungkur. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Osing sebagai masyarakat yang memiliki kebudayaan campuran  Jawa, Bali, Madura dan luar Jawa. Bila diperhatikan seksama bagian-bagian pakaian tradisional Osing Banyuwangi menunjukkan antara pakaian tradisional Madura, Bali dan luar Jawa.

2.                 Hiasan Leher
1. Kalung ulus
2. Kalung yang menggunakan Bros
3. Kalung susun dan Upavita. Hal ini mengandung arti menunjukkan perbedaan “kasta" dengan demikian menunjukkan adanya pengaruh kebudayaan Hindu Bali.

1.                 Hiasan Dada
a. Mekak, merupakan kemben yang digunakan untuk menutup dada berasal dari sampur dililitkan didadanya.
b. Kebaya
c. Sabuk dan epek timang (pengaruh kebudayaan Madura)
d. Rapek (Jawa Timur) uncal (Jawa tengah)
e. Keris, menunjukkan senjata perjuangan dari Wong Agung Wilis untuk melawan penjajahan dalam mempertahankan Blambangan.

2.                 Makna Warna
Warna Putih berarti       : suci, bersih, terbuka, dan netral.
Warna Kuning                : Panas, benci, cemas, dan gairah.
Warna Hijau                  : Harapan, tenang, tentram, luas, dan
                                      tumbuh.
Warna Biru                   : Teduh, transsenden (keindahan
                                      alam).
Warna Ungu                 : Curiga tapi wibawa, angker, licik, (berprasangka negatif      
                                      dan positif terhadap lawannya).
Warna Merah                : Dinamis, berani, keras, gairah, dan
                                      riang.
Warna Coklat                : Dinamis penuh harap, berani,

 
                                      dan tumbuh.
Warna abu-abu              : Romantis
Warna Hitam                 : Mantap, kuat, dan teguh.
Keris mengandung arti “Lambang kekuatan ketokohan kadipaten Blambangan itu terletak pada Kerisnya”.
Perubahan yang terjadi pada tata rias dan busana tari pertunjukan gandrung memang tampak sangat menonjol jika dilihat dari asal mula terjadinya gandrung itu dari tari seblang. Karena perubahan ini banyak di pengaruhi oleh adanya beberapa faktor penting diantaranya faktor bahan rias maupun busananya. Disamping itu juga faktor perkembangan kondisi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi sangat besar sekali pengaruhnya.

Aturan Pergelaran

Tari gandrung pada umumnya dipentaskan pada waktu-waktu tertentu saja, apabila ada warga yang mempunyai hajat, misalnya dalam pernikahan atau khitanan. Dalam hal ini pertunjukan tari gandrung umumnya diadakan pada malam hari antara jam 20.00 hingga dini hari (menjelang subuh), yang diawali dengan bunyi instrumen atau musik (gamelan). Tak lama kemudian disusul dengan penari gandrung yang bersangkutan, disamping itu masih ada lagi penari yang lain, yakni para penari pria yang oleh orang Banyuwangi di sebut “pemaju” atau orang yang hendak menari bersama. Ini dilakukan semalam suntuk secara bergiliran.
 Urutan atau fase pementasan tari gandrung terdiri dari beberapa bagian antara lain:
1. Bagian Jejer
2. Bagian Gandrung
3. Bagian Seblang
Urutan pementasan dalam tari gandrung tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.       Jejer
Bagian Jejer, merupakan bagian tarian gandrung untuk mengawali pertunjukan. Dalam  mengawali pertunjukan ini biasanya dengan memakai lagu dan gending-gending jejer, yakni gending-gending atau nyanyian yang berupa puisi dan mengandung arti ucapan terima kasih, selamat datang, selamat bersyukur, selamat berpesta serta selamat datang para tamu dan penonton.
Pada bagian jejer ini membuat banyak orang yang menonton menjadi terpukau akan gaya yang begitu sangat lincahnya, serta menarik untuk dihayati dalam penampilannya. Sehingga dalam hal ini biasanya untuk menarik para penonton agar menjadi enggan untuk meninggalkan tempat duduknya karena untuk menikmati atau mengahayati gaya penampilan serta senyuman yang dilemparkan oleh penari gandrung untuk memikat para penonton. Namun bagian jejer ini dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama, hanya ± 10 menit saja. Dengan kata lain jejer, merupakan tarian pembuka untuk me-ngawali suatu pertunjukan tari gandrung. 


2.         Gandrung.
Bagian gandrung, dilakukan setelah usai jejer, sementara itu penari berada di tempat para penabuh gamelan musik pengiring (yaga), sambil menyanyikan beberapa lagu untuk memberi semangat para tamu. Tak lama kemudian muncul penari pria, yang oleh masyarakat Banyuwangi dinamakan tukang gendong, atau yang mengatur jalannya pementasan agar para tamu pria dalam melakukan tarian tidak berebut saling mendahului menari dengan gandrungnya. Caranya tukang gendong tersebut menari bersama penari gandrung, kemudian turun ketempat para tamu yang hendak menari, sehingga tamu yang didatangi tersebut yang mendapat “giliran” menari dengan penari gandrung.
Dalam hal ini biasanya seorang gendong dalam melakukan aktivitasnya dengan menari sambil membawa baki yang berisi sampur berjumlah 4 (buah) kemudian ditawarkan kepada para tamu yang datang pada malam itu. Yang berarti mereka yang mendapat giliran menari adalah 4 (empat) orang, mereka yang mendapat giliran menari dengan gadrung tersebut dinamakan “pemaju” kegiatan tukang gendong tersebut dilakukan hingga semalam suntuk hingga menjelang pagi sampai para tamu habis. Kemudian dilanjutkan dengan seblangan.

3.       Seblangan
Dengan kata ulang “Seblang”, menurut istilah tradisi Ba-nyuwangi dimaksudkan dengan pengertian “sadarlah” atau “kembali seperti sedia kala”. Kalau kata “Seblang” berarti tidak sadar, maka kata “seblang-seblang” dimaksudkan “sadarlah”. Pengertian istilah seblang-seblang adalah penampilan acara penutup kesenian gandrung semalam suntuk dengan penyajian beberapa gending tertentu oleh penari gandrungsampai pemaju dengan pengharapan atau ajakan “sadarlah”.
Maknanya ditujukan kepada semua yang hadir dengan maksud agar sadar bahwa jangan hanya bersenang-senang saja semalam suntuk, ingatlah akan anak istri dirumah, ingatlah kepada tugas masing-masing esok hari dan sebagainya.
Acara seblangan ini dilakukan penari gandrung pada saat menjelang subuh, oleh karena itu sering  juga orang menyebut acara ini dengan istilah “seblang subuh”. Pada saat menjelang subuh, penari gandrung menghentikan tariannya sejenak dari suasana meriah tadi. Penari gandrung duduk diantara pengiringnya, sambil menyanyikan gending-gending yang bersifat sakral. Hal ini menunjukkan bahwa asal mula gandrung sebenarnya adalah tari seblang.
Biasanya dari berbagai peristiwa yang dialami pada malam pesta semalam suntuk itu, diingat kembali melalui syair-syair lagunya dengan maksud antara lain :
1. Memohon maaf kepada orang yang mempunya hajat, begitu pula kepada para tamu.
2. Penyampaian rasa terima kasih atas segala penghargaan yang diterimanya.
3. Ungkapan rasa menentang terhadap perlakuan kolonial Belanda sebagai penjajah Nusantara.
Dalam pelaksanaan seblang-seblang atau seblang subuh, biasanya didapati penambahan properti yang cukup unik. Sebuah lidi kecil yang digunakan semacam menyapu lantai atau pentas bekas tempat menari dengan maksud membersihkan segala godaan hidup. Membawakan gending dengan maksud yang tersirat menyapu bersih sampah masyarakat penjajah Belanda.
Salah satu gending yang dibawakan yang dianggap mengandung nilai magis adalah.Bang-bang, yaitu:
Bang-bang wetan wisraino
Kakang mas ndiko ngelilir
Wis wayahe sawung keruyuk
Medalolawang sang wetan
Sang kulon wonten kang jageni
Parut wesi pikirono lare kang ayu
Negor gedang soren-soren
Tuku uyah di kateni
Sarehne wis padang isun jaluk permisi leren
Sang nong umah nawi wis ngenteni
Setelah selesai melagukan gending tersebut penari gandrung memasuki arena pentas lalu menarikan tari “seblang”.  Pada waktu menari sambil menyanyikan gending yang menggambarkan atau mengandung arti “keputusasaan” yang disebabkan semalam bersenang-senang kemudian berpisah.

Instrumen Musik Pengiring Gandrung

Berbicara masalah personil kesenian gandrung tidak bisa kita terlepas dari personil musik pengiring. Karena hal ini sudah menjadi satu kesatuan dan berbentuk dalam satu organisasi kesenian yang berhak pula mendapatkan Kartu Induk Kesenian dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Personil musik pengiring pada mulanya hanya terdiri dari sebuah rebab, kendang, gong, kempul dan kluncing. Dalam perkembangan selanjutnya tidak banyak mengalami perbedaan. Musik pengiring kesenian gandrung baik terdiri dari:
1. Dua buah biola, dengan dua orang penggesek pada biola yang biasa kita dapati pada musik orkes keroncong. Sudah tentu teknis penggesekan serta penyajian lagu yang di bawakannya sesuai dengan tradisi daerahnya.
2. Penggendang
Terdiri dari sebuah atau dua buah kendang dengan seorang pemukul kendang. Peralatan kendang semacam peralatan pokok yang mampu menyatu ritme serta tempo penampilanya di samping memberikan keharmonisan penari itu sendiri dengan seorang pengendang.
3. Kenong

Dengan penabuh yang biasa disebut kethuk. Penampilan kethuk ini menambah manisnya irama gending yang dibawakannya.
4. Kluncing
Seorang penabuh kluncing mempunyai peran rangkap. Di samping penabuh peralatan juga berfungsi sebagai pengundang atau pembimbing Gandrung dalam penampilannya.
5. Gong
Seorang penabuh gong dan kempul sebagai pemanis suara indah pada akhir suatu gending. Kelima peralatan musik gandrung itu merupakan suatu kesatuan yang tak dapat dipisahkan.
Suatu peralatan saja yang tidak ditemui dalam penyajiannya, bukan lagi gandrung namanya, ciri khas ketradisionalannya  menjadi hilang. Karena itu enam personil pemain musik tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh .

Gending-Gending Yang Dipakai dalam Tari Gandrung
Dengan peralatan musik atau gamelan seperti yang terbuat di atas, maka dihasilkan beberapa gending gandrung. Perbendaharaan gending-gending gandrung merupakan gending-gending klasik yang sulit diketemukan penciptanya.

Gending-gending itu dapat dipilih menjadi 7 bagian yang jumlahnya cukup banyak, yakni :
1. Gending-gending klasik prasemi,
2. Gending-gending klasik dijaman semi,
3. Gending-gending seblang,
4. Gending-gending sanyang, 
5. Gending-gending bali,
6. Gending-gending jawa
7. Gending-gending harah(yang terdiri dari Gending Padha Nonton,Gending Sekar Jenang Ayun-Ayun, Maenang, Ladrang, Celeng Mogok,Ugo-Ugo, Lia-Liu, Lebak-Lebak, Lindoondo Krenoan, Gagak Serta, Limar-Limir, Gandraiya, Emek-Emek, Duduk Maling, Kembang Jambe, Kelam Okan, Jaran Dawuk, Sawunggaling, Gerang Kalong, Guritan, Erang-Arang, Blabakan, Embat-Embat, Keyok-Keyok, Kosir-Kosir, Tarik Jangkar, Krimping Sawi, Condrodewi, Opak Apem)

Sebagian gending yang terdapat berasal dari Sangyang dan Bali, seperti Gebyar-gebyur, Gulung-gulung Agung, sekar potel, Sandel sate, Surung dayung, dan Pecari putih. Sedang yang berpengaruh jawa cukup banyak, antara lain Sampak, Puspawarna, Pacung, kinanti, Angleng, Sinom, Ladrang Manis, Wida Sari, Sukmailing, Titipati, Damarkeli, ing-ing, Semarang dan masih banyak lagi.
Tari jejer pada seni gandrung memiliki suatu keharusaan untuk melagukan suatu puisi yang terdiri dari 8 pupuh, setiap pupuhnya terdiri dari 4 baris yang berfungsi sebagai selingan dan kadang-kadang hanya dimulai pada baris kelima, tetapi sering terjadi pengulangan pada baris yang ke empat, yaitu baris terakhir pada pupuh yang dinyanyikan.
Sehingga setiap pupuh baris yang pertama dapat menjadi judul seperti pada kalimat: Para Putra, Kembang Menur, Lare Angon, Kembang Gadung, Wong Adol Kembang, Kembang Abang dan sebagainya, terletak pada kemahiran penari gandrungnya dan pe-ngendangnya.
Sedang susunan gending pada tari seblangan, terdapat 5 gen-ding yang harus di lagukan dalam setiap adegan teri, yaitu: Seblang Lokento, Sekar Jenang, Kembang Pepe, dan Kembang Durma.

Tata ruang (dekorasi)
Semakin pesatnya perkembangan penduduk ternyata juga banyak mempengaruhi terhadap perkembangan tata pentas pada pertunjukan gadrung. Sekitar tahun 1970-an saja pentas gadrung hanya di lantai dengan menggunakan tikar untuk pertunjukan. Namun sekarang, pada saat pertunjukan gandrung cenderung dipentaskan di atas pentas atau panggung dengan ketinggian ± 1 m dari permukaan tanah (lantai bawah). Sebab kalau tidak menggunakan panggung bisa juga akan kacau akibat pesatnya penonton yang saling berdesakan dan ingin menari bersama dengan si penari gandrung tersebut.
Dalam pertunjukan gandrung cenderung menggunakan berbagai model dekorasi sebagai hiasan di atas pentas tersebut misalnya: di atas pentas di beri hiasan-hiasan yang terbuat dari janurkuning ( daun kelapa yang masih muda). Tulisan-tulisan yang di buat dengan ber-bagai  model dari kertas atau bahan yang lainya.
Untuk Tata lampu, sebelumnya lampu yang digunakan dalam pertunjukan cukup dari lampu minyak (petromak), kini dalam pentas gandrung cenderung menggunakan aneka warna lampu yang sangat menarik, sehingga tampak sangat indah dengan berbagai gemerlapan tata lampu yang di atur sebagai background pertunjukan.

F. Koreografi Tari

Komposisi koreografis:
1. Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu    pada berat badan terletak pada tapak kaki bagian depan (jinjit)
2. Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali
3. Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk
4. Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya:
a. Deleg Duwur, yaitu gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala ke kiri dan ke kanan.
b. Deleg nduwur atau dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja disertai dengan tolehan.
c. Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk.
d. Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh.
e. Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
    
Di samping itu masih ada lagi gerak persendian bahu. Gerakan ini dalam tari gandrung terdiri dari:
a. Jingket, gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.
b. Egol pantat yang lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti iringan musik gendang.

Sikap dan gerak jari, gerakan ini ada 3 (tiga) macam diantarannya:
     1. Jejeb yaitu posisi tiga jari merapat dan telunjuk merapat pada ibu

jari.
2. Cengkah yaitu keempat jari merapat dan ibu jari tegak kearah telapak tangan.
3. Ngeber yaitu telapak tangan terbuka, tangan lurus sejak pangkal lengan sampai ujung jari.

Permainan sampur merupakan komunikasi antara pria dan wanita. Dalam hal ini ada beberapa macam antara lain.
1. Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada gong pertama dan seterusnya.
2. Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu.
3. Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar.
4. Ngebyar, yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar.
5. Ngiwir, yaitu ujung sampur di jipit dan di getarkan.
6. Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke lengan kanan atau kiri pada gerakan sagah atau ngalang.

Sikap dan gerakan kaki, antara lain.
1. Laku nyiji
2. Laku ngloro
3. Langkah genjot
4. Langkah triol atau kerep.


G.  Keunikan Tari

Gandrung adalah salah satu jenis kesenian tradisional Osing yang keberadaannya tetap diminati oleh masyarakat. Tari jenis ini dicirikan dengan sifatnya yang kasar, brangasan, energik, yang semua itu mencerminkan karakter atau watak masyarakat kecil.
Salah satu keunikan seni gandrung ialah terpadunya gerakan tari yang dinamis dengan suara instrumen yang beragam dan bersuara rancak bersahut-sahutan. Dalam pertunjukan gandrung, seorang penari gandrung seringkali melantunkan pantun-pantun Osing baik yang terdiri dari dua larik maupun empat larik. Pantun-pantun tersebut ada yang bernuansa agama dan ada pula yang bernuansa asmara.

H. Nilai Budaya/Moral
            Ketika kita menonton tari gandrung sebenarnya banyak nilai filosofis yang terkandung didalamnya sebagai salah satu ajaran moral yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, jadi tari gandrung bukan sekedar tontonan saja tetapi merupakan tontonan yang bisa menjadi tuntunan.
1. Manusia dan Keindahan
Keindahan yang dimaksud adalah keindahan dari gerakan tari Gandrung itu sendiri. Selain itu ada juga keindahan pada nyanyian dan alat musik pengiring tari Gandrung yang kesemuanya itu menim-bulkan suara yang khas. Begitu juga dalam hidup ini ketika kita bisa berjalan seirama dalam memanfaatkan potensi diri maka akan menimbulkan kekuatan yang luar biasa.
2. Manusia Dan Tanggung Jawab
Unsur tanggung jawab yang ada  pada tari Gandrung ini adalah kita sebagai generasi muda harus melestarikan tari Gandrung tersebut agar supaya warisan budaya ini tidak hanya tinggal nama saja, karena banyak anak muda jaman sekarang yang tidak mau mempelajari tari tersebut sehingga tidak terjadi regenerasi dan ditakutkan lambat laun menyebabkan tari Gandrung akan hilang ditelan jaman.
3. Pandangan hidup
Dalam tari gandrung tersebut pandangan hidup yang diambil dari hidup ini begitu banyak persoalan yang dihadapi oleh sang penari Gandrung, mulai dari pria yang tidak bermoral yang  melakukan pelecehan seksual terhadap sang penari ketika dipanggung sampai,kehidupan rumah tangganya yang jarang terekspose. Selama ini kita hanya tahu senyumannya ketika dipanggung tanpa mengetahui latar belakang sang penari. Oleh karena itu betapa kompleksnya hidup ini serumit kehidupan penari gandrung.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar