hey! i'm coming back ^^ let's see what i've search about our traditional culture. let's enjoy guys!
TARI
GANDRUNG
Pengertian
Kata
"Gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang
agraris kepada Dewi Sri
sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Ada
juga yang mengatakan arti dari kata “Gandrung” adalah sangat rindu atau kasih
akan seseorang, sangat ingin atau men-dambakan sesuatu.
Sejarah Tari
Menurut
sejumlah sumber, kelahiran gandrung ditujukan
untuk menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat,
berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.
Tari
gandrung yang di bahas dalam tugas karya tulis ini merupakan jenis seni tari
yang berkembang di wilayah Banyuwangi dan menjadi kebanggaan masyarakat yang lebih
dikenal dengan sebutan gandrung Banyuwangi. Tari gandrung ini, keberdaannya ter-kait
langsung dengan dua jenis seni pertunjukan yang disakralkan oleh sebagian
masyarakat Osing di Banyuwangi, yakni “Sang
Hyang” dan tari “Seblang”
keduanya merupakan jenis tari yang disakralkan se-hingga keterkaitannya dengan
kegiatan upacara magis yang selalu di peringati setiap tahun oleh masyarakat
pendukungnya, yaitu ma-syarakat “Osing”.
Kedua
jenis seni yang merupakan tarian kepercayaan dari aga-ma Hindu, dengan
mantra-mantranya dan upacara magis tertentu itu, maka dalam pertunjukannya
lewat mantra-mantranya memanggil se-orang dewi atau bidadari untuk turun ke
dunia yang diwujudkan de-ngan menggunakan medium anak-anak, adalah digambarkan
dengan menggunakan anak kecil sekitar umur ± 10 tahun.
Anak
yang dijadikan sebagai medium pertunjukan pada umumnya adalah anak laki-laki,
kemudian seorang “pengundang” sambil
membakar kemenyan yang asapnya ditiupkan dihadapan sang anak, sambil
mengalunkan gending-gending, sesaat kemudian anak tersebut menjadi tidak
sadarkan diri seperti orang gila. Dalam hal ini ia menari-nari sambil membawa
sebilah keris yang ditusuk-tusukkan di bagian tubuhnya, namun anehnya dalam tubuh anak
tersebut tidak ada bekas luka-luka sedikitpun. Kejadian semacam ini juga
terdapat dalam tari seblang, tapi mediumnya anak perempuan kecil yang umurnya
sama dengan tarian sang Hyang. Dalam menari anak tersebut juga memegang sebilah
keris tetapi pada saat tidak sadar keris tersebut tidak untuk menusuk pada
bagian tubuhnya, melainkan dimainkannya bagaikan kipas.
Dengan demikian tari
gandrung jika ditinjau dari latar belakang sejarahnya merupakan perkembangan
dari jenis tarian yang berbentuk tarian ”sakral” menjadi “profaan performance”.
Di jelaskan oleh Hen-dyck Suwardi (1984) bahwa, dalam perkembangan tari seblang
menjadi
tari gandrung ini terjadi secara dramatis, yaitu ketika anak gadis kecil
bernama Semi jatuh sakit yang cukup lama dan tidak sembuh-sembuh, maka sang
ibu bernama Nyi Midah ( ia sebagai
pawang / pengundang dalam tari seblang) seorang anak bernama Semi yang ketika
itu baru berumur ±
10 tahun, maka ibunya mempunyai nadzar dalam bahasa Banyuwangian “Osing”nya,
“Wis tik kadungsiro mari sun dadekaken
gandrung, kadung siro sing mari yo osing” artinya “ sudah nak kalau kamu sudah sembuh nanti saya jadikan kamu seblang,
tetapi kalau tidak sembuh ya tidak” (Suwardi, 1984:15).
Ternyata
yang terjadi adalah anak tersebut berangsur-angsur sembuh dari sakitnya,
sehingga untuk melepaskan “nadzar”nya
maka Nyi Midah mengundang keluarganya untuk menyaksikan dan menyepakati.Sehingga
kemudian si Semi tersebut diberi pakaian seblang dan diberi mantra serta diiringi
dengan gending atau nyanyian yang biasa dipakai dalam pertunjukan. Pada saat
itulah Semi menjadi penari seblang dengan gaya yang lincah padahal sama sekali
belum pernah belajar menari, dengan kekuatan ghaib ia menari layaknya penari
profesional dan tarian itu di namakan tari gandrung yang kemudian di kenal
dengan tari gandrung Banyuwangi.
Tarian
gandrung sudah ada sejak lama, namun
yang membawakannya adalah seorang laki-laki yang gaya dan penampilannya
seperti seorang wanita, dan berkunjung kerumah-rumah, juga pada saat ada
orang-orang sedang berkumpul disitulah ia datangi, kemudian dibimbingnya.
Setelah itu muncullah penari gandrung perempuan yang diketahui bernama Nyi Midah
untuk menggantikan gadrung laki-laki ketika itu sudah di pakai lagi. Saat
itulah Nyi. Midah menjadi terkenal
sebagai gandrung, yang akhirnya dimana-mana mendapatkan undangan sebagai penari
gandrung.
Tari
tradisional Gandrung Banyuwangi
bersumber dari per-kembangan tari seblang yang merupakan berlatar belakang pada
kepercayaan atau keagamaan, dengan sedikit saja yang bertradisi tarian sosial.
Menurut Yuni Nuraini (Guru Seni), Tari Gandrung
me-rupakan tarian komunal sebagai lambang yang kuat untuk kerja sama kelompok
dan saling hormat mendasari tradisi-tradisi dalam tarian rakyat.
Tari
Gandrung juga merupakan salah satu
bentuk kesenian yang paling tua setelah tari Seblang.Seni gerak ini semula tercipta sebagai ekspresi dari
berbagai rasa cinta seseorang yang terhadap lawan jenisnya yang diwujudkan
dalam bentuk yang sangat sederhana dan jauh dari pengertian indah. Sebagaimana
menurut A.M. Munardi, penari dari Flores, juga menjelaskan bahwa tari merupakan
salah satu bentuk kesenian yang laing tua. Seni gerak ini semula tercipta
sebagai ekspresi dari berbagai rasa yang hinggap di kalbu manusia, sederhana
dan jauh dari pengertian “indah”. Demikian juga dalam seni tari gandrung,
sejalan dengan perkembangan peradaban, gandrung sedikit demi sedikit memperoleh
bentuknya menjadi tarian, yaitu gerakan-gerakan badan yang teratur dalam ritme
dan ekspresi.
Terjadinya
perkembangan tari gadrung sangat mendapat dukungan dari masyarakat “Osing” Banyuwangi, sebagaimana tari
seblang terjadinya transvestisme dalam seni pertunjukan disebabkan oleh
masalah etika dan bukan estetika, ketika Gandrung Banyuwangi mengawali
sejarahnya penarinya pun laki-laki berdandan dan bertindak sebagai wanita.
Gandrung Marsam misalnya, masih dikenal orang sampai sekitar tahun 1960-an, dalam usia 40
tahun masih tetap ngamen.
Kostum Tari
Tata
Busana Penari
Tata
busana penari Gandrung Banyuwangi khas, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa
lain. Ada pengaruh Bali (Kerajaaan Blambangan)
yang tampak.
1.
Bagian
Tubuh
Busana
untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias
dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk
leher botol yang melilit leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh
punggung dibiarkan terbuka.
Di bagian leher dipasang ilat-ilatan yang menutup
tengah dada dan sebagai penghias bagian atas.Pada bagian lengan dihias
masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan
ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai
pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.
2.
Bagian
Kepala
Kepala
dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok yang terbuat dari
kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta
diberi ornamen tokoh Antasena,
putra Bima,
yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh
rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen Antasena ini tidak
melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Sejak
setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada
omprok hingga menjadi yang sekarang ini.
Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen
berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta
ada tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya.
Sering kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan magis.
3. Bagian
Bawah
Penari
gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam. Namun corak batik
yang paling banyak dipakai serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah
oling, corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih
yang menjadi ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak
memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu
memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.
4. Lain-lain
Pada
masa lampau, penari gandrung biasanya membawa dua buah kipas untuk
pertunjukannya. Namun kini penari gandrung hanya membawa satu buah kipas dan
hanya untuk bagian-bagian tertentu dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.
Makna Tata Rias dan Busana Tari Gandrung
1.
Tata
Rias Rambut
Tata
rias rambut disebut dengan Hair Do. Penggunaan tata rias ini semula hanya
sebagai pengikat rambut. Masyarakat Banyuwangi pada umunya menyebut sebagai
irah-irahan atau mahkota yang terdiri dari : emas, perak dan kain sebagai jamang.
Perlengkapan
rias rambut yang lain berupa aksesoris seperti cunduk pentul disamping itu
dilengkapi dengan sumping, bunga, giwang, katong gulung, dan garuda mungkur.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Osing sebagai masyarakat yang memiliki
kebudayaan campuran Jawa, Bali, Madura
dan luar Jawa. Bila diperhatikan seksama bagian-bagian pakaian tradisional
Osing Banyuwangi menunjukkan antara pakaian tradisional Madura, Bali dan luar
Jawa.
2.
Hiasan
Leher
1. Kalung ulus
2. Kalung yang menggunakan Bros
3. Kalung susun dan Upavita. Hal
ini mengandung arti menunjukkan perbedaan “kasta" dengan demikian menunjukkan
adanya pengaruh kebudayaan Hindu Bali.
1.
Hiasan
Dada
a. Mekak, merupakan kemben yang
digunakan untuk menutup dada berasal dari sampur dililitkan didadanya.
b. Kebaya
c. Sabuk dan
epek timang (pengaruh kebudayaan Madura)
d. Rapek (Jawa
Timur) uncal (Jawa tengah)
e. Keris,
menunjukkan senjata perjuangan dari Wong Agung Wilis untuk melawan penjajahan
dalam mempertahankan Blambangan.
2.
Makna
Warna
Warna Putih
berarti : suci, bersih, terbuka, dan
netral.
Warna Kuning :
Panas, benci, cemas, dan gairah.
Warna
Hijau : Harapan, tenang,
tentram, luas, dan
tumbuh.
Warna Biru : Teduh, transsenden (keindahan
alam).
Warna Ungu :
Curiga tapi wibawa, angker, licik, (berprasangka
negatif
dan positif terhadap lawannya).
Warna Merah :
Dinamis, berani, keras, gairah, dan
riang.
Warna Coklat : Dinamis penuh harap, berani,
Warna abu-abu :
Romantis
Warna Hitam : Mantap, kuat, dan teguh.
Keris
mengandung arti “Lambang kekuatan ketokohan kadipaten Blambangan itu terletak
pada Kerisnya”.
Perubahan
yang terjadi pada tata rias dan busana tari pertunjukan gandrung memang tampak
sangat menonjol jika dilihat dari asal mula terjadinya gandrung itu dari tari
seblang. Karena perubahan ini banyak di pengaruhi oleh adanya beberapa faktor
penting diantaranya faktor bahan rias maupun busananya. Disamping itu juga
faktor perkembangan kondisi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi
sangat besar sekali pengaruhnya.
Aturan
Pergelaran
Tari
gandrung pada umumnya dipentaskan pada waktu-waktu tertentu saja, apabila ada
warga yang mempunyai hajat, misalnya dalam pernikahan atau khitanan. Dalam hal
ini pertunjukan tari gandrung umumnya diadakan pada malam hari antara jam 20.00
hingga dini hari (menjelang subuh), yang diawali dengan bunyi instrumen atau
musik (gamelan). Tak lama kemudian disusul dengan penari gandrung yang
bersangkutan, disamping itu masih ada lagi penari yang lain, yakni para penari
pria yang oleh orang Banyuwangi di sebut “pemaju” atau orang yang hendak menari
bersama. Ini dilakukan semalam suntuk secara bergiliran.
Urutan
atau fase pementasan tari gandrung terdiri dari beberapa bagian antara lain:
1. Bagian Jejer
2. Bagian
Gandrung
3. Bagian
Seblang
Urutan
pementasan dalam tari gandrung tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jejer
Bagian
Jejer, merupakan bagian tarian gandrung untuk mengawali pertunjukan. Dalam mengawali pertunjukan ini biasanya dengan
memakai lagu dan gending-gending jejer,
yakni gending-gending atau nyanyian yang berupa puisi dan mengandung arti
ucapan terima kasih, selamat datang, selamat bersyukur, selamat berpesta serta
selamat datang para tamu dan penonton.
Pada bagian jejer ini membuat banyak orang yang menonton menjadi terpukau akan
gaya yang begitu sangat lincahnya, serta menarik untuk dihayati dalam
penampilannya. Sehingga dalam hal ini biasanya untuk menarik para penonton agar
menjadi enggan untuk meninggalkan tempat duduknya karena untuk menikmati atau
mengahayati gaya penampilan serta senyuman yang dilemparkan oleh penari
gandrung untuk memikat para penonton. Namun bagian jejer ini dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama, hanya ± 10 menit saja. Dengan kata lain jejer, merupakan
tarian pembuka untuk me-ngawali suatu pertunjukan tari gandrung.
2. Gandrung.
Bagian
gandrung, dilakukan setelah usai jejer,
sementara itu penari berada di tempat para penabuh gamelan musik pengiring (yaga), sambil menyanyikan beberapa lagu
untuk memberi semangat para tamu. Tak lama kemudian muncul penari pria, yang
oleh masyarakat Banyuwangi dinamakan tukang gendong, atau yang mengatur
jalannya pementasan agar para tamu pria dalam melakukan tarian tidak berebut
saling mendahului menari dengan gandrungnya. Caranya tukang gendong tersebut
menari bersama penari gandrung, kemudian turun ketempat para tamu yang hendak
menari, sehingga tamu yang didatangi tersebut yang mendapat “giliran” menari
dengan penari gandrung.
Dalam hal ini biasanya seorang gendong dalam melakukan
aktivitasnya dengan menari sambil membawa baki yang berisi sampur berjumlah 4
(buah) kemudian ditawarkan kepada para tamu yang datang
pada malam itu. Yang berarti mereka yang mendapat giliran menari adalah 4
(empat) orang, mereka yang mendapat giliran menari dengan gadrung tersebut
dinamakan “pemaju” kegiatan tukang
gendong tersebut dilakukan hingga semalam suntuk hingga menjelang pagi sampai
para tamu habis. Kemudian dilanjutkan dengan seblangan.
3. Seblangan
Dengan
kata ulang “Seblang”, menurut istilah tradisi Ba-nyuwangi dimaksudkan dengan
pengertian “sadarlah” atau “kembali seperti sedia kala”. Kalau kata “Seblang”
berarti tidak sadar, maka kata “seblang-seblang” dimaksudkan “sadarlah”. Pengertian
istilah seblang-seblang adalah penampilan acara penutup kesenian gandrung
semalam suntuk dengan penyajian beberapa gending tertentu oleh penari
gandrungsampai pemaju dengan pengharapan atau ajakan “sadarlah”.
Maknanya
ditujukan kepada semua yang hadir dengan maksud agar sadar bahwa jangan hanya
bersenang-senang saja semalam suntuk, ingatlah akan anak istri dirumah,
ingatlah kepada tugas masing-masing esok hari dan sebagainya.
Acara seblangan ini dilakukan penari gandrung pada
saat menjelang subuh, oleh karena itu sering juga orang menyebut acara ini dengan istilah
“seblang subuh”. Pada saat menjelang subuh, penari gandrung menghentikan
tariannya sejenak dari suasana meriah tadi. Penari gandrung duduk diantara
pengiringnya, sambil menyanyikan gending-gending yang bersifat sakral. Hal ini
menunjukkan bahwa asal mula gandrung sebenarnya adalah tari seblang.
Biasanya
dari berbagai peristiwa yang dialami pada malam pesta semalam suntuk itu,
diingat kembali melalui syair-syair lagunya dengan maksud antara lain :
1.
Memohon maaf kepada orang yang mempunya hajat, begitu pula kepada para tamu.
2.
Penyampaian rasa terima kasih atas segala penghargaan yang diterimanya.
3.
Ungkapan rasa menentang terhadap perlakuan kolonial Belanda sebagai penjajah
Nusantara.
Dalam
pelaksanaan seblang-seblang atau seblang subuh, biasanya didapati penambahan
properti yang cukup unik. Sebuah lidi kecil yang digunakan semacam menyapu
lantai atau pentas bekas tempat menari dengan maksud membersihkan segala godaan
hidup. Membawakan gending dengan maksud yang tersirat menyapu bersih sampah
masyarakat penjajah Belanda.
Salah
satu gending yang dibawakan yang dianggap mengandung nilai magis adalah.Bang-bang,
yaitu:
Bang-bang
wetan wisraino
Kakang
mas ndiko ngelilir
Wis
wayahe sawung keruyuk
Medalolawang
sang wetan
Sang
kulon wonten kang jageni
Parut
wesi pikirono lare kang ayu
Negor
gedang soren-soren
Tuku
uyah di kateni
Sarehne
wis padang isun jaluk permisi leren
Sang nong
umah nawi wis ngenteni
Setelah selesai melagukan
gending tersebut penari gandrung memasuki arena pentas lalu menarikan tari
“seblang”. Pada waktu menari sambil
menyanyikan gending yang menggambarkan atau mengandung arti “keputusasaan” yang disebabkan semalam
bersenang-senang kemudian berpisah.
Instrumen Musik
Pengiring Gandrung
Berbicara
masalah personil kesenian gandrung tidak bisa kita terlepas dari personil musik
pengiring. Karena hal ini sudah menjadi satu kesatuan dan berbentuk dalam satu
organisasi kesenian yang berhak pula mendapatkan Kartu Induk Kesenian dari
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Personil musik pengiring pada
mulanya hanya terdiri dari sebuah rebab, kendang, gong, kempul dan kluncing. Dalam
perkembangan selanjutnya tidak banyak mengalami perbedaan. Musik pengiring kesenian
gandrung baik terdiri dari:
1.
Dua buah biola, dengan dua orang penggesek pada
biola yang biasa kita dapati pada musik orkes keroncong. Sudah tentu teknis
penggesekan serta penyajian lagu yang di bawakannya sesuai dengan tradisi
daerahnya.
2. Penggendang
Terdiri
dari sebuah atau dua buah kendang dengan seorang pemukul kendang. Peralatan
kendang semacam peralatan pokok yang mampu menyatu ritme serta tempo
penampilanya di samping memberikan keharmonisan penari itu sendiri dengan
seorang pengendang.
3. Kenong
Dengan
penabuh yang biasa disebut kethuk. Penampilan kethuk ini menambah manisnya
irama gending yang dibawakannya.
4. Kluncing
Seorang
penabuh kluncing mempunyai peran rangkap. Di samping penabuh peralatan juga
berfungsi sebagai pengundang atau pembimbing Gandrung dalam penampilannya.
5. Gong
Seorang
penabuh gong dan kempul sebagai pemanis suara indah pada akhir suatu gending. Kelima
peralatan musik gandrung itu merupakan suatu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan.
Suatu
peralatan saja yang tidak ditemui dalam penyajiannya, bukan lagi gandrung
namanya, ciri khas ketradisionalannya menjadi hilang. Karena itu enam
personil pemain musik tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh .
Gending-Gending
Yang Dipakai dalam Tari Gandrung
Dengan
peralatan musik atau gamelan seperti yang terbuat di atas, maka dihasilkan
beberapa gending gandrung. Perbendaharaan gending-gending gandrung merupakan
gending-gending klasik yang sulit diketemukan penciptanya.
Gending-gending
itu dapat dipilih menjadi 7 bagian yang jumlahnya cukup banyak, yakni :
1.
Gending-gending klasik prasemi,
2.
Gending-gending klasik dijaman semi,
3.
Gending-gending seblang,
4.
Gending-gending sanyang,
5.
Gending-gending bali,
6.
Gending-gending jawa
7.
Gending-gending harah(yang terdiri dari Gending Padha Nonton,Gending Sekar
Jenang Ayun-Ayun, Maenang, Ladrang, Celeng Mogok,Ugo-Ugo, Lia-Liu, Lebak-Lebak,
Lindoondo Krenoan, Gagak Serta, Limar-Limir, Gandraiya, Emek-Emek, Duduk
Maling, Kembang Jambe, Kelam Okan, Jaran Dawuk, Sawunggaling, Gerang Kalong,
Guritan, Erang-Arang, Blabakan, Embat-Embat, Keyok-Keyok, Kosir-Kosir, Tarik
Jangkar, Krimping Sawi, Condrodewi, Opak Apem)
Sebagian
gending yang terdapat berasal dari Sangyang dan Bali, seperti Gebyar-gebyur,
Gulung-gulung Agung, sekar potel, Sandel sate, Surung dayung, dan Pecari putih.
Sedang yang berpengaruh jawa cukup banyak, antara lain Sampak, Puspawarna,
Pacung, kinanti, Angleng, Sinom, Ladrang Manis, Wida Sari, Sukmailing,
Titipati, Damarkeli, ing-ing, Semarang dan masih banyak lagi.
Tari
jejer pada seni gandrung memiliki suatu keharusaan untuk melagukan suatu puisi
yang terdiri dari 8 pupuh, setiap pupuhnya terdiri dari 4 baris yang berfungsi
sebagai selingan dan kadang-kadang hanya dimulai pada baris kelima, tetapi
sering terjadi pengulangan pada baris yang ke empat, yaitu baris terakhir pada
pupuh yang dinyanyikan.
Sehingga setiap pupuh baris yang pertama dapat menjadi
judul seperti pada kalimat: Para Putra, Kembang Menur, Lare Angon, Kembang
Gadung, Wong Adol Kembang, Kembang Abang dan sebagainya,
terletak pada kemahiran penari gandrungnya dan pe-ngendangnya.
Sedang susunan gending
pada tari seblangan, terdapat 5 gen-ding yang harus di lagukan dalam setiap
adegan teri, yaitu: Seblang Lokento, Sekar Jenang, Kembang Pepe, dan Kembang
Durma.
Tata ruang (dekorasi)
Semakin
pesatnya perkembangan penduduk ternyata juga banyak mempengaruhi terhadap
perkembangan tata pentas pada pertunjukan gadrung. Sekitar tahun 1970-an saja
pentas gadrung hanya di lantai dengan menggunakan tikar untuk pertunjukan. Namun
sekarang, pada saat pertunjukan gandrung cenderung dipentaskan di atas pentas
atau panggung dengan ketinggian ±
1 m dari permukaan tanah (lantai bawah). Sebab kalau tidak menggunakan panggung
bisa juga akan kacau akibat pesatnya penonton yang saling berdesakan dan ingin
menari bersama dengan si penari gandrung tersebut.
Dalam
pertunjukan gandrung cenderung menggunakan berbagai model dekorasi sebagai
hiasan di atas pentas tersebut misalnya: di atas pentas di beri hiasan-hiasan
yang terbuat dari janurkuning ( daun
kelapa yang masih muda). Tulisan-tulisan yang di buat dengan ber-bagai model dari kertas atau bahan yang lainya.
Untuk Tata lampu, sebelumnya lampu yang digunakan
dalam pertunjukan cukup dari lampu minyak (petromak), kini dalam pentas gandrung
cenderung menggunakan aneka warna lampu yang sangat menarik, sehingga tampak
sangat indah dengan berbagai gemerlapan tata lampu yang di atur sebagai background pertunjukan.
F. Koreografi Tari
Komposisi
koreografis:
1. Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu pada berat badan terletak pada tapak kaki bagian depan (jinjit)
2. Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali
3. Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk
4. Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya:
a. Deleg Duwur, yaitu gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala ke kiri dan ke kanan.
b. Deleg nduwur atau dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja disertai dengan tolehan.
c. Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk.
d. Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh.
e. Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
1. Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu pada berat badan terletak pada tapak kaki bagian depan (jinjit)
2. Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali
3. Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk
4. Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya:
a. Deleg Duwur, yaitu gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala ke kiri dan ke kanan.
b. Deleg nduwur atau dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja disertai dengan tolehan.
c. Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk.
d. Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh.
e. Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
Di
samping itu masih ada lagi gerak persendian bahu. Gerakan ini dalam tari
gandrung terdiri dari:
a. Jingket, gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.
b. Egol pantat yang lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti iringan musik gendang.
Sikap dan gerak jari, gerakan ini ada 3 (tiga) macam
diantarannya:a. Jingket, gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.
b. Egol pantat yang lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti iringan musik gendang.
1. Jejeb yaitu posisi tiga jari merapat dan telunjuk merapat pada ibu
jari.
2. Cengkah yaitu keempat jari merapat dan ibu jari tegak kearah telapak tangan.
3. Ngeber yaitu telapak tangan terbuka, tangan lurus sejak pangkal lengan sampai ujung jari.
2. Cengkah yaitu keempat jari merapat dan ibu jari tegak kearah telapak tangan.
3. Ngeber yaitu telapak tangan terbuka, tangan lurus sejak pangkal lengan sampai ujung jari.
Permainan
sampur merupakan komunikasi antara pria dan wanita. Dalam hal ini ada beberapa
macam antara lain.
1. Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada gong pertama dan seterusnya.
2. Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu.
3. Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar.
4. Ngebyar, yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar.
5. Ngiwir, yaitu ujung sampur di jipit dan di getarkan.
6. Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke lengan kanan atau kiri pada gerakan sagah atau ngalang.
Sikap dan gerakan kaki, antara lain. 1. Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada gong pertama dan seterusnya.
2. Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu.
3. Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar.
4. Ngebyar, yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar.
5. Ngiwir, yaitu ujung sampur di jipit dan di getarkan.
6. Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke lengan kanan atau kiri pada gerakan sagah atau ngalang.
1. Laku nyiji
2. Laku ngloro
3. Langkah genjot
4. Langkah triol atau kerep.
G. Keunikan Tari
Gandrung
adalah salah satu jenis kesenian tradisional Osing yang keberadaannya tetap
diminati oleh masyarakat. Tari jenis ini dicirikan dengan sifatnya yang kasar,
brangasan, energik, yang semua itu mencerminkan karakter atau watak masyarakat
kecil.
Salah
satu keunikan seni gandrung ialah terpadunya gerakan tari yang dinamis dengan
suara instrumen yang beragam dan bersuara rancak bersahut-sahutan. Dalam
pertunjukan gandrung, seorang penari gandrung seringkali melantunkan
pantun-pantun Osing baik yang terdiri dari dua larik maupun empat larik.
Pantun-pantun tersebut ada yang bernuansa agama dan ada pula yang bernuansa
asmara.
H.
Nilai Budaya/Moral
Ketika
kita menonton tari gandrung sebenarnya banyak nilai filosofis yang terkandung
didalamnya sebagai salah satu ajaran moral yang dapat kita terapkan dalam
kehidupan sehari-hari, jadi tari gandrung bukan sekedar tontonan saja tetapi
merupakan tontonan yang bisa menjadi tuntunan.
1. Manusia dan Keindahan
Keindahan yang
dimaksud adalah keindahan dari gerakan tari Gandrung itu sendiri. Selain itu
ada juga keindahan pada nyanyian dan alat musik pengiring tari Gandrung yang
kesemuanya itu menim-bulkan suara yang khas. Begitu juga dalam hidup ini ketika
kita bisa berjalan
seirama dalam memanfaatkan potensi diri maka akan menimbulkan kekuatan yang
luar biasa.
2. Manusia Dan Tanggung Jawab
Unsur tanggung
jawab yang ada pada tari Gandrung ini adalah kita sebagai generasi muda
harus melestarikan tari Gandrung tersebut agar supaya warisan budaya ini tidak
hanya tinggal nama saja, karena banyak anak muda jaman sekarang yang tidak mau
mempelajari tari tersebut sehingga tidak terjadi regenerasi dan ditakutkan
lambat laun menyebabkan tari Gandrung akan hilang ditelan jaman.
3. Pandangan hidup
Dalam tari
gandrung tersebut pandangan hidup yang diambil dari hidup ini begitu banyak
persoalan yang dihadapi oleh sang penari Gandrung, mulai dari pria yang tidak
bermoral yang melakukan pelecehan seksual terhadap sang penari ketika
dipanggung sampai,kehidupan rumah tangganya yang jarang terekspose. Selama ini
kita hanya tahu senyumannya ketika dipanggung tanpa mengetahui latar belakang
sang penari. Oleh karena itu betapa kompleksnya hidup ini serumit kehidupan
penari gandrung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar